Senin, 21 Februari 2011

 Senin, Februari 21, 2011         No comments
Menurutku ada beberapa hal yang membuat orang minang bangga pada “keminangan”nya.
Pertama,
Orang minang sangat suka mengembara,,,,( merantau maksudnya!...). di usia yang relative muda sang ibu telah mengizinkan sang anak untuk pergi ke negeri seberang…. Dan hasil dari pengembaraan yang bertahun-tahun itu dapat kita lihat orang minang tersebar luas seantero nusantara bahkan jagat raya.

Kedua,
Tangan-tangan orang minang begitu cermat meracik dan memadukan rempah-rempah sehingga terciptalah suatu masakan dengan citarasa tinggi. Rendang padang yang sedap mantap, asam padeh, gulai ikan, sate padang, samba lado tokok, gulai jariang, karupuak jariang (heheheh!), yang kalo kita bertandang ke rumah makan padang, dijamin bakal bilang,” da…. Tambuah ciek!”

Ketiga,
Konon orang minang diberi gelar “cino sumatera”, artinya memiliki jiwa enterpreunership…. MANGGALEH ( ceille…) yang tinggi. Layaknya masyarakat cina yang begitu bangga dengan sistim perdagangannya, orang minang juga punya karakter sendiri dalam memajukan perdagangan. Ketika pergi ke pasar bersama ibu di kota Bengkulu, di setiap toko yang kami masuki ibu pasti menggunakan bahasa minang.
“ ko bara ciek…?.”
“ caliak nan itu….!”
Ya… begitulah. Orang minang lebih identik dengan sebutan orang pasar. Sejauh pengamatanku, polling perdagangan yang paling banyak digeluti orang minang adalah bisnis pakaian….
Ya…. kebutuhan sandang memang sangat penting demi kesinambungan hidup. Tapi di kesempatan ini aku ingin mengatakan pada para pebisnis pakaian… “ usahakan menjual pakaian yang sopan, rapi, dan tidak kurang bahan.” Kan kasian kalo pembeli, cewek khususnya, menggunakan pakaian yang sempit, kekecilan dan transparan. Bisa hancur peradaban…. !!!

Keempat,
Kreatif…!!!!
Aku sangat setuju dengan yang satu ini. Kalo kamu main ke kota padang, naiklah bis kotanya. Ada yang berasa di istana boneka, ada juga yang berasa di dalam diskotik (karena sound sistemnya besar kagak ketulungan, mungkin volume musiknya melebihi ambang batas pendengaran kita).
Satu lagi!, saking kreatifnya orang minang, lagu yang lagi hits di pasaran seminggu kemudian muncul dengan kemasan lain,versi minang!. Sampe-sampe tetangga yang berasal dari blitar berujar seloroh, “ nih, lagu baru ini dua hari lagi pasti ada dengan bahasa minangnya…..” aku tersenyum kecut…..
Tapi asli, karena darah yang mengalir di seluruh tubuh ini adalah darah minang yang bergolongan O, aku sangat suka mendengar musik tradisional minang, seperti pupuik sarunai dan saluang.
Oh…ya, suatu kali aku ternganga dengan pertunjukan musik orang minang. Instrumennya sederhana, bisa tebak?.... ya… talam!!! Tahu kan talam yang biasanya digunakan untuk menghidangkan air pas acara pernikahan atau selamatan. Bagi sebagian orang talam juga digunakan untuk makan bersama. Talam ini dipukul dengan ritme dan ketukan tertentu sehingga menghasilkan suara yang indah. Si pemukul talam juga saling berbalas syair… subhanallah, akhirnya aku tahu kalau itu namanya salawat dulang.

Oke… kita lanjutkan….!!!
Kelima,
Adat…. “ adat basandi sarak, sarak basandi kitabullah”. Jangan pernah ngaku orang minang kalau nggak ngerti maksud kata diatas. Sepanjang pengamatanku, orang minang sangat seklet dengan adat istiadatnya. Nggak akan pernah bersanding anak daro jo marapulai kalau belum direstui oleh mamaknyo…( betul nggak sih!, hehehe, kalo salah bagi yang merasa orang minang tolong di koreksi!). mamak disini maksudnya bukan ibu, tapi paman.
Dari kaca mata bathinku (hehehe….), orang minang yang menganut keturunan matriakat (garis silsilah ibu) sangat mengedepankan tradisi yang telah dilakukan turun temurun. Contohnya ada tradisi mandi balimau untuk menyambut datangnya Bulan Ramadhan,tradisi membuat lemang pada bulan-bulan tertentu, tradisi lain yang belum banyak aku ketahui…. (heheheh, miskin ilmu nih!)
Keenam…
Surau,
Siapakah madrasah pertama itu? Ya…. dialah amak (ibu maksudnya), tapi disini kita tidak membahas ibu, kita akan membahas surau.( nah lho?)
Menurutku surau adalah asset negara yang tak ternilai harganya. Disamping tugu monas yang setinggi gajah itu (maksudnya?), surau juga sangat-sangat (pemborosan kata!) perlu dilestarikan.
Dahulu ketika nenek dan kakekku masih kecil, mereka belajar menulis menggunakan batu, tanpa seragam sekolah, tanpa penerangan yang cukup, tanpa kecanggihan teknologi, tanpa nenteng-nenteng HP (beda sekali sama sekarang??!). Saat itu institusi pendidikan sangat kurang. Teman-teman tahu dimana mereka menempah otak dan akhlak. Ya di surau….!. ditempat yang sering diklaim udik, hanya tempat nongkrong orang-orang tua, , tempat berkumpul orang-orang yang nggak melek ilmu pengetahuan.
Mungkin untuk kita yang tergolong generasi bau kencur. Pergi ke surau sudah mengalami reaksi subsitusi dengan pergi ke mall atau plaza. Liat aja di waktu azan maghrib!, lebih ramai orang mondar-mandir di plaza daripada bejamaah salat di masjid atau surau. Di dalam otak kita yang telah banyak tercemar ini, daya tarik untuk memakmurkan surau itu tidak ada. Ya… it’s not my style!!! Akulturasi budaya yang kacau balau membuat kita buta dan merasa minder dengan kekayaan budaya kita sendiri.
Jadi ingat lagu……
Salamaik pagi minang kabau
Pagi ko taraso galau
murai batu lupo bakicau
Takalok garin disurau
Oh… mati raso
baragam
Salah jo buruak cando
Saluak cabiak ndeh malang bundo anggan manjaik
Saroban putiah acok tingga dilamari
Minang kabau selamat pagi
Surau tuolah samakin sunyi
Minang kabau selamat pagi
Rumah gadang tirih-tirih
Minang kabau selamat siang
Bajamaah korupsi diminang
Minang kabau selamat siang
Mulai lapuak nan dulu tak lakang
Bundo sadiah………..
Bundo manangih……..
Hmmmm……. bundo manangih
(more than mid night…. Episode ini sekian dulu!!)

0 comments:

Posting Komentar

About Me

Foto saya
Padang - Bengkulu
Hii, my name is yona//25 yo// Pharmacist// Teacher// Love writing, reading, traveling, and culinary// English learner.

Popular Posts

Categories

TAMU