Telah lama kukehilangan cahya kunang-kunang. Dulu ia acap terbang di atas jendela. Kutangkap ia dengan kedua tangan. Lobang ditanganku jadi bercahaya. Dan aku…. Tertawa girang mengadu ke ibu.
Aku telah menatap usia yang tiada dini lagi. Tetapi kedewasaan belum sempurna terpatri. Jika benar usia berbanding lurus dengan kedewasaan, maka harusnya telah berubah segala kekanak-kanakan dijiwa.
Sejujurnya aku masih rindu bermain tanpa terompah dijalan depan rumah. Masih rindu memanjat pohon jambu. Masih ingin sekali bermain gundu. Masih…masih…dan masih mau mengadu “ buk… dia nakal…”
Ingatku dulu ketika masih di gendong diatas kepala ayah. Kututup matanya sehingga ayah bilang,” yona…. Ayah ndak Nampak…”. Aku juga masih ingin diterbangkan ayah dengan tangannya. Aku juga masih rindu disuap ayah dengan tangan bekas gigitan monyet. Aku mau tidur diatas perut ayah yang besar. Aku mau jalan-jalan sore dengan motor dan duduk manis didepan.
Aku ingin masa itu tiada hilang. Apalagi seperti cahaya kunang-kunang yang tak bertahan lama. Cahaya kunang-kunang ditanganku padam. Aku menangis… ibu bilang “ dia mungkin capek…”
0 comments:
Posting Komentar