Sabtu, 08 Januari 2011

 Sabtu, Januari 08, 2011         No comments
“ gue yakin seyakin-yakinnya, nilai ujian gue semester ini nggak bakal mangecewakan…” Faisal berujar dengan penuh percaya diri sehabis menyelesaikan ujian semester terakhirnya.
“ gue nggak pernah nyontek, nggak liat jimat, nggak nengok kiri-kanan, nggak pergi ke dukun, nggak…”
“iye…iye… gue yakin lu bakal dapat IP. 4,01 dah.” Somad bicara geram
“ oh… otomatis dong!. Tiap malem gue belajar, ngulang-ngulang pelajaran, masa nggak ada hasilnya.” Faisal tersenyum bangga sambil menyeruput es kelapa muda mang toing di halte depan kampus.
Semester ini adalah semester yang paling menggairahkan bagi faisal, semangat belajarnya tumbuh seperti tanaman yang senantiasa disiram dan diberi pupuk kompos. Waktu-waktu senggang sering dimanfaatkan untuk membaca di perpustakaan atau berselanjar ke dunia maya.
“ lu tahu nggak mad?, di zaman multidimensi sekarang ini, kita harus jadi agen peubah. Harus jadi creator!.” Ujar Faisal membara di bawah terik matahari merah.
“ maksud lu?.”
“ ya….kita kudu jadi generasi yang punya kepribadian, bukan generasi ikut-ikutan. Kita harus punya semangat juang, seperti para pahlawan bangsa yang telah mati-matian mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia ini.” Ucap Faisal seraya mengepalkan tangan ke udara.
“ gue tahu, tapi nggak mesti segitu kali ekspresi lu!. Kayak orang yang lagi kena guna-guna… norak..!!!”
“ whhaaaatttsss……!!!!! Kena guna-guna??.. norak….? Ekspresi lambang kepribadian coy…!!!. Jangan ditahan-tahan, mesti tersalurkan. Nggak ada yang nama Taj Mahal. Menara Eiffel, sampe tower yang tinggi menjulang disono tanpa adanya ekspresi.” Faisal kembali membela diri.
“ ape kata lu dah, emang lewat girang lu nih hari.” Somad berdiri mengawali langkah.
“ kemana mad?”.
“ pulang.”
“ nggak main dulu?.”
“ capek gue, lu maen aja sendiri!.”
###
“ gue mesti buat pesta kecil untuk ngerayain keberhasilan ujian gue kali ini.” Fikir faisal merenung di atas tempat tidur.
“ ntar gue undang soim, khairul, atang, santi, muji, prasetyo cokro kelana, regar, pokoknya sekelas full, makan nasi tumpeng buatan mak.”
Faisal seolah sedang menari kegirangan di atas langit-langit rumah, membayangkan keberhasilan dan ucapan selamat yang kelak akan diterima.
“ ngapain lu di dalam sal?, bantuin mak jaga warung kenapa?.” Lengking suara mak membuyarkan lamunan faisal, segera ia mengambil posisi siaga dan berlari ke luar kamar.
“ lu ngapain di dalam?.”
“ nggak ngapa-ngapain mak.”
“ lu jaga warung bentar, mak mau arisan RT di rumah wak romlah. Lu jangan pergi-pergi!, ntar yang beli susah nyari.”
“ iye, tapi jangan lupa bawa pulang oleh-olehnya ya mak….”
Mak hanya mendesah berat kemudian pergi meninggalkan faisal yang masih berdiri manis di pintu kamar.
Faisal, anak sulung Rojali Harun Yahya dan Fatimah, menduduki tempat teratas polling pemuda keren dan gaul sekecamatan, mendapatkan gelar pamungkas sakti mandra guna dari perguruan silat hitam-putih, meraih penghargaan sebagai aktifis ronda teladan dari RT setempat. Tak ada yang tidak mengenal Faisal, namanya disebut dimana-mana, di acara adat, di rapat kelurahan, di posko pemuda, dialah buah bibir yang tak jemu dibicarakan. Apalagi sekarang, dia telah berhasil menyandang status mahasiswa perguruan tinggi favorit di negri ini.
Para ibu-ibu kompleks juga sering menjodoh-jodohkan adik, keponakan, bahkan anak mereka sama faisal. Alangkah senang hati faisal saat ini, ketenarannya melebihi bintang film wiro sableng naga geni 212. Kemanapun pergi tak lupa pasang rupa manis, senyum tiga senti kiri kanan, mangut-mangut, menyapa ramah. Itu semua demi menjaga image diri,
“ beli beras tiga kilo sal?.” Suara nyaring mpok saroh mengagetkan faisal.
“ kenapa teriak-teriak mpok?, ada banjir lagi?.”
“ lu budek amat yah, gue mau beli beras tiga kilo…”
“ suaranya yang ademan dikit napa mpok, aye dengar kok.” Cerutu faisal, mpok saroh malah cengar-cengir nggak karuan.
“ ada lagi mpok?.”
“ itu aja dulu deh, berapaan duit?.”
“ lima belas ribu.”
“ ya udah, tambahin sama bon gue dua hari yang lalu ya!.”
“ jadi mpok….???”
“ hehehe…. utang dulu.”
Faisal manyun, menekuk muka, bibirnya maju sekian sentimeter. Apa mau dikata, ingin menolak tidak sampai hati.
“ makasih ya sal.” Ucap mpok saroh girang. Hilang bayangan mpok saroh dari balik pengkolan belum hilang rasa kesal faisal kena tipu.
“ kalo ngutang kenapa nggak bilang dari awal.” Cetus faisal.
“ ngutang boleh, tapi jangan keterusan dong!.” Tambah faisal lagi.
“ kenape lu sal?.” Rojali , abah faisal bertanya karena keheranan melihat sang anak ngomong sendiri.
“ nggak kenapa-napa bah, Cuma kesal aja, orang belanja kok pada ngutang.”
“ lu kudu maklum sal!, zaman sekarang semua susah, ngasih utangan secara nggak langsung kita udah bantu orang.” Ucap abah rojali bijak.
“ tapi liat sikon juga kan bah, tiap hari ngutangin orang kita juga bisa bangkrut.”
“ lu yakin nggak kalo rejeki kita nggak bakal dimakan orang?, pernah selama ini lu kelaparan karena nggak ada makanan?.”
Faisal menggeleng.
“ makanya, bersyukur lu jadi orang!. Kita nggak tahu satu atau dua rumah dari sini orangnya udah sarapan pagi atau belum?, ada lauk apa kagak?, jadi orang jangan pelit!.” Nasihat abah begitu menyentuh, hampir-hampir air mata keluar dari kalopak mata faisal, tapi buru-buru dihapus.
“ kenape sal?.”
“ kelilipan bah.” Ucap faisal mengecoh.
***
“ dari dulu sampe sekarang, dari zaman kita mandi di empang sampai mandi di kolam renang,dari yang dulunya kudisan sampe sekarang panuan, eh salah!!!. Dari yang dulunya ileran sampe sekarang agak machoan, yang namanya lu mad, dihati gue tetap tidak berubah.” Ucap faisal mengejutkan somad, seperti ketimpa durian tanpa duri atau rambutan botak.
“ kenape lu sal, lagi nggigau?.” Somad balik bertanya.
“ gue serius…..!!!.” faisal meyakinkan.
“ lu normal-normal aje kan?.”
“ gue waras, serius, nggak becanda,”
“ trus maksud lu?.”
“ lu tahu kan mad, gue anak baik, sopan, dan rendah hati. Persahabatan yang sudah kita pupuk selama bertahun-tahun sejak SD dulu, tak boleh lapuk oleh hujan, tak boleh lekang oleh panas.”
“ artinya….?.”
“ artinya, bagaimanapun masalah-masalah ruwet yang selama ini datang silih berganti. Jangan jadikan sebagai pemecah belah hubungan kita.”
“ gue setuju.”
“ apalagi gue, jadi….., kita harus tolong-menolong, bantu-membantu, bersama menyelesaikan masalah saudara.”
“ lu kayak pujangga aje sal.”
“ ya rencananya gue mau mulai bikin novel best seller, ntar ujungnya dijadiin film gitu…!!.” Faisal cengengesan.
“ gaya lu selangit!.”
“ cita-cita boleh dong, apa salahnya?. Tapi sekarang cita-cita utama gue adalah menjadi nomor wahid di semester ini.” Faisal menatap tajam ke langit lepas.
“ lu yakin sama perjuangan lu?.” Somad seolah memberi angin.
“ gue Cuma pengen buktiin sama dunia, kalau Faisal Sandriaga layak diperhitungkan di ranah akademisi intelektual.”
“ tapi lu jangan lupa sal!, ranah akademisi yang lu bilang tidak hanya milik orang-orang berotak encer dengan IPk sempurna, tapi ranah itu juga perlu orang-orang yang berwawasan luas, berintegritas, dan mau bekerja cepat.”
“ sejak kapan lu pandai beragrumen?.” Faisal tersentak takjub.
“ nggak semua yang luarnya singa senang memangsa, ada juga kok yang luarnya singa tapi dalamnya merpati, lembut dan penuh perhatian, tenang dan diselimuti kedamaian.”
“ mak….”
“ sal, lu juga mesti hati-hati sama sesuatu yang lu pandang indah dan sempurna. Terkadang hal-hal yang seolah mampu dicapai ternyata tak layak buat kita terima.”
“ tapi hasil kan sejalan dengan usaha?.”
“ yang tahu sejauh mana usaha lu kan cuma lu sama Tuhan doang, yang lain mana ngerti… nggak peduli!.”
“ Tuhan gue Maha Pengasih kok.”
“ tak akan dikatakan beriman suatu kaum, sebelum diberi ujian. Dikasih peregangan dengan sedikit ketakutan, kesedihan, dan kelaparan.” Somad terpacu semangat.
“ harus di uji lagi?.”
“ yes bro…., buat nentuin kadar iman kita, kadar cinta kita sama Allah, Tuhan kita. Kita mesti ingat satu hal bro, diatas langit masih ada langit!. Sekalipun kita mendongak dari tempat tertinggi dimuka bumi ini, dari angkasa sana kita tetap laksana sebutir pasir, lebih kecil bahkan. Kemampuan kita, pola fikir kita, harta ibu bapak kita, tak akan bisa jadi pedoman buat kemuliaan kita.”
“ lu bener-bener dahsyat mad….!!!.”
“ gue Cuma pengen jadi diri sendiri. Optimalisasi diri tanpa harus mengganggu jatah orang lain. Apapun hasilnya akan gue terima. Gue dengar nilai semester ini udah keluar di situs internet, coba lu buka portal akademik lu, gue harap hasilnya benar-benar memuaskan.”
***
“ Whattttssss….. astagfirullah….” Faisal tercengang melihat layar computer di depannya, semua “warga warnet “ melirik kearahnya.
“ kenapa sal?.” Somad bertanya cemas, kebetulan tadi mengambil tempat duduk pas disebelah faisal.
“ Ya Allah…. Farmakologi B, patofisiologi B, serologi C, Kimia Bahan Alam C, ini nilai gue?.” Faisal bertanya dalam hati.
Berton-ton penyesalan tumpah ruah disudut hati, sempit sekali rasanya hingga menyesakkan dada.
“ cowok boleh nangis nggak mad?.”
“ kenapa tidak.” Somad menjawab santai.
Mata faisal berkaca-kaca, memandangi pemandangan yang selama ini tidak pernah ia bayangkan. Tidak ada acara makan tumpeng buatan mak….
“ ternyata begini hasilnya dan kau faisal tak boleh menyerah!.”

0 comments:

Posting Komentar

About Me

Foto saya
Padang - Bengkulu
Hii, my name is yona//25 yo// Pharmacist// Teacher// Love writing, reading, traveling, and culinary// English learner.

Popular Posts

Categories

Blog Archive

TAMU